Kertajasa Jawardhana
Kertajasa Jawardhana (Raden Wijaya) (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahannya, Raden Wijaya
dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam merintis berdirinya Kerajaan
Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya diberi kekuasaan atas sebelah
Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden Wijaya memerintah dengan
sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan
pemerintahan Kerajaan Singasari.
Raja Jayanegara
Raja Jayanegara (1309-1328) Pada Masa
pemerintahannnya ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan. Misalnya
pemberontakan Ranggalawe 1231 saka, pemberontakan Lembu Sora 1233 saka,
pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan Gajah Biru 1236 saka,
Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga.
Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya, hampir meruntuhkan
Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh pula oleh Gajah
Mada.
Tribuwana Tunggadewi
Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350) Raja
Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, oleh karena itu yang
seharusnya menjadi raja adalah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang
Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana
Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang bernama Kartawardhana. Pada tahun
1331 timbul pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki).
Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat
Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan
Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan
kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh
Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan
Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah
Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :”Lamun luwas
kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring
Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”. Kemudian Gajah
Mada melakukan penaklukan-penaklukan.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda
yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari
Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang
sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tetangga.
Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah
kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk
bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri
Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar
Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau
perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia
menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti).
Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak
korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun
1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang
tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih
pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada
tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan
diangkat Mpu Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara
dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
Wikramawardhana
Wikramawardhana - Putri mahkota Kusumawardhani
yang naik tahta menggantikan ayahnya bersuamikan Wikramawardhana. Dalam
prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan
Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam
Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun
demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit ,
yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre
Wirabhumi disebut perang Paregreg. Wikramawardhana meninggal tahun 1429,
pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya,
Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai
perebutan kekuasaan.
Source : nesaci.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar